Riwayat genta menurut legenda, diawali dari suara keroncongan
sapi di pegunungan Himalaya, India. Suara keroncongan sapi tersebut diyakini
mampu mengantarkan permohonan para penggembala kepada para Dewa, terutama pada
saat sapi sedang menggeleng-gelengkan kepalanya. Adanya kepercayaan bahwa suara
keroncongan sapi ini mampu menghubungkan permohonan pengangon kepada para Dewa,
maka keroncongan sapi itu lalu disucikan
dan diberi nama genta sebagai sarana untuk menghubungkan umat manusia di India
dengan Ida Sanghyang Widhi.
Di Bali,
riwayat genta juga hampir serupa dengan di India. Dikisahkan bahwa ketika
Danghyang Nirarta atau Danghyang Dwijendra atau Pedanda Sakti Wawu Rauh
mengadakan perjalanan dharmayatra keliling Bali, beliau bertemu dengan seorang
pengalu (pedagang) yang sedang menuntun kuda. Pada leher kuda tersebut
dikalungkan keroncongan yang suaranya sangat merdu dan indah sekali. Pendeta
ini sangat kagum dengan suara keroncongan yang melingkar di leher kuda itu.
Saking tertariknya beliau dengan suara keroncongan kuda tersebut, maka beliau
lalu mencoba memintanya kepada pengalu. Sang pengalupun merasa sangat
berbahagia memenuhi permintaan Pendeta itu. Setelah menerimanya, Pedanda Sakti
Wawu Rauh lalu menyucikan keroncongan tersebut. Kemanapun beliau pergi selalu
dibawanya dengan tujuan untuk meningkatkan daya batin beliau dalam usahanya
untuk menyatukan diri dengan para Dewa. Keroncongan yang telah suci dan
disakralkan itu kemudian dinamakan genta dan diwariskan secara turun-temurun
kepada sisyanya.
Secara religius,
genta dipandang sebagai senjata Dewa Iswara yang berkedudukandi arah timur,
dengan aksara Sang (Sa), aksara suci pertama Dasaksara. Sebagai senjata Dewa
Iswara, maka genta tersebut sangat disakralkan dan karena itu tidak boleh
dipergunakan oleh sembarangan orang. Genta hanya boleh dipergunakan oleh mereka
yang sudah mewinten, sudah disucikan secara niskala oleh Pendeta.
Dalam setiap
upacara Yadnya, tentu sering kali didengar adanya suara genta. Boleh jadi tidak
banyak orang memperhatikan apa yang dapat diharapkan dari suara genta itu.
Sebenarnya yang diutamakan dari genta sebagai pengiring pujastawa adalah
getaran magis spiritualnya.
Sebagaimana
sudah dijelaskan sura genta adalah stana Ida Sanghyang Widhi. Karena itu bunyi
genta sebenarnya merupakan pertanda, bahwa Ida Sanghyang Widhi sedang berada di
tengah-tengah umat.Kuat lemahnya getaran magis spiritualgenta tersebut
tergantung dari tingkat kesucian dan kekuatan batin orang yang membunyikannya.
Sumber: dasar kepemangkuan
0 komentar:
Posting Komentar